Tuesday, February 14, 2012

Definisi Riba


Secara bahasa makna riba (yurbi) dari raba asy-sya’I, yarbuu, asbaahu, yarbiihi yang bermakna mengembangbiakkan dan menjadikan banyak.[1]
Dalam ayat suci Al-Qur’an telah dijelaskan makna riba sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya: “Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila Kami turunkan air diatasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi tinggi (suburlah) dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah” (QS. Al-Hajj: 5)

Tafsir Ibnu Katsir mengungkapkan bahwa, “Bila Allah telah menurunkan hujan ke bumi, maka bumi bergerak dengan menumbuhkan tetumbuhan dan tanah yang sebelumnya mati (gersang) menjadi hidup, lalu batangnya menjulang tinggi dari permukaan tanah. Dan dengan hujan Allah menumbuhkan berbagai rupa dan macam buah-buahan, tanaman, tumbuh-tumbuhan yang beraneka ragam warnam rasa, aroma, bentuk dan kegunaannya.” [2]
Menurut istilah, riba bermakna,

“Penambahan pada komoditi/barang dagangan tertentu”

Adanya suatu tambahan atas barang tertentu pada suatu transaksi. Tambahan ini dikenakan karena adanya waktu yang terbuang atau dikenal dengan istilah (opportunity cost).
Menurut Prof Ahmad, Riba merupakan term (makna) Qur’an untuk bunga atau tambahan atas sesuatu dari transaksi barang yang bersifat ribawi (usury), dan definisi riba sebagaimana telah disebutkan dalam Al-Qur’an sudah sangat jelas sekali tanpa memiliki makna yang ambigu. Makna tersebut dikategorikan sebagai pelarangan atas segala bentuk riba pada setiap transaksi melalui adanya kelebihan pengembalian dari setiap barang-barang ribawi. Beliau juga menjelaskan bahwasannya Qur’an tidak pernah mencantumkan kata yang makna nya masih diperdebatkan baik dalam konsep maupun definisi dari riba itu sendiri. Hal ini secara jelas dan gamblang disebutkan bahwa, Allah SWT berfirman:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu termasuk orang-orang yang beriman”. (QS Al-Baqarah: 278)
            Ayat berikutnya melengkapi konsep makna dari riba dengan sangat jelas yang menyatakan bahwa jika kamu menagih tagihan pinjaman dari orang lain maka tagihlah dengan hanya sebatas pada jumlah pinjaman pokoknya saja dan tidak lebih dari itu. Allah SWT berfirman:


Artinya: “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (QS Al-Baqarah: 279)
            Al-Qur’an tidak membedakan antara pinjaman yang diberikan untuk keperluan konsumtif maupun untuk keperluan produktif. Faktanya, dalam Qur’an lebih menganjurkan (menghalalkan jual beli) daripada harus bertransaksi dengan riba yang telah jelas diharamkan dalam Al-Qur’an.[3]
            Dalam sebuah artikel[4] disebutkan bahwa riba merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab yang ditujukan untuk pengembalian atas penggunaan sejumlah uang yang telah ditentukan sebelumnya. Dahulunya masih terdapat perbedaan pendapat apakah riba yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an ditujukan kepada bunga atau riba dalam arti sesungguhnya, akan tetapi sekarang sudah ada consensus (persetujuan) diantara para ilmuwan Muslim bahwa makna riba sudah mencakup segala bentuk bunga tidak hanya adanya tambahan atas suatu pinjaman.
Dari dua ayat diatas (278-279) dan jika dilanjutkan hingga ayat 281 maka ayat tersebut memiliki asbabun Nuzul sebagaimana diceritakan, “Zaid bin Aslam dan yang lainnya menuturkan bahwa redaksi ayat tersebut diturunkan berkaitan dengan Bani Amr bin Umair dari Tsaqif dan berkaitan dengan Bani Mughirah dari Bani Makhzum. Telah terjadi riba antara mereka pada masa jahiliyah. Setelah Islam datang dan mereka memeluknya, Tsaqif meminta hartanya dari Bani Mughirah. Kemudian mereka bermusyawarah, Bani Mughirah berkata, “Kami tidak akan melakukan riba dalam Islam dan akan menggantinya dengan usaha yang Islami”.
Kemudian Utab Ibn Asid, pemimpin Mekkah, melaporkan hal tersebut kepada Nabi SAW dalam sepucuk surat, maka diturunkanlah ayat diatas (278-281), lalu Rasulullah SAW membalas Utab dengan surat yang berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan tinggalkanlah sisa riba, apabila kamu adalah orang-orang yang benar. Maka mereka berkata, “Kami bertobat kepada Allah dan kami akan meninggalkan sisa riba. Maka mereka meninggalkan riba.[5]
Berikut Thabrani meriwayatkan dari Abu Amamah As’ad bin Zarawah, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda[6]:
Barang siapa yang ingin mendapatkan naungan dari Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naunganNya, maka hendaklah dia member kemudahan kepada yang kesulitan, atau membebaskannya dari kesulitannya.” (HR Thabrani)


[1] Tafsir Ibnu Katsir.
[2] Tafsir Ibnu Katsir, 3/208 dalam Arifin, 2009, hal 2.
[3] Ahmad, Khurshid,1993, hal 33.
[4] Islamic Interest-Free Banking by a Leading Economist Working as Assistant Director, Research Department, IMF.
(IMF Staff Papers, Vol 33 No 1, March 1986, pp 4-5).
[5] Tafsir Ibnu Kastir, Jilid 1.
[6] Tafsir Ibnu Kastir, Jilid 1 hal 459

No comments:

Post a Comment