Sunday, December 18, 2011

Bai' Salam dan Bank Syariah Part 3 (Solusi dan Strategi)


          Pada artikel sebelumnya, telah dikemukakan beberapa alasan atau faktor yang menjadi penyebab tidak diterapkannya akan salam di bank syariah, maka pada artikel lanjutan ini akan mengemukakan hal-hal apa saja yang dapat menjadi solusi agar akad salam dapat diaplikasikan di bank syariah beserta beberapa strategi, yang diantaranya adalah:
Komitmen.
Salah satu hal yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional selain instrumen yang digunakan adalah bahwa bank syariah lebih pro UMKM. Hal ini harus dibuktikan oleh bank syariah dengan mewujudkan komitmen dalam membiayai sektor riil, termasuk sektor pertanian.
 Merubah struktur portfolio pendanaan.
Sudah seharusnya bank syariah berpihak ke sektor pertanian dengan membiayai usaha pertanian. Karakteristik sektor pertanian yang menghasilkan dalam jangka panjang membutuhkan modal pendanaan yang juga jangka panjang. Sehingga sudah saatnya bank merubah struktur portofolio pendanaannya dengan lebih memberi ruang untuk deposito dengan jangka waktu 3 hingga 12 bulan.
Membentuk unit khusus pembiayaan salam.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan oleh pihak internal perbankan untuk mewujudkan pembiayaan dengan akad salam adalah dengan membentuk unit khusus pembiayaan akad salam.
Membangun mitra.
            Agar lebih dapat memberikan kemudahan bagi pihak perbankan untuk menyalurkan pembiayaannya dengan akad salam, bank dapat membangun kerjasama dengan beberapa pihak terkait. Misalnya, jika dirasa petani kecil tidak bankable bagi bank, bank dapat menyalurkan pembiayaan akad salam kepada kelompok tani.
Pelatihan dan workshop.
            Memberikan pelatihan dan workshop kepada para officer perbankan syariah tentang pembiayaan dengan akad salam secara teori maupun praktek dilapangan serta memberikan pelatihan dalam melakukan analisa usaha tentang sektor yang akan dibiayai.
 Penyeleksian SDM.
            Perlu adanya penyeleksian kepada para officer bank syariah yang capable untuk masuk dalam industri perbankan syariah yang tidak hanya berfikir konvensional (keuntungan) saja, akan tetapi juga memikirkan maslahah untuk mencapai falah (right man in the right place).
7.      Insentif
    Memberikan insentif untuk para officer perbankan yang menyalurkan pembiayaan dengan akad salam ke sektor pertanian. Dan dengan adanya insentif tersebut, secara tidak langsung akan berdampak pada motivasi etos kerja untuk bekerja lebih baik.
8.      Simplifikasi standar dan prosedur.
Harus ada simplifikasi standar dan prosedur dalam pengaplikasian akad salam. Seperti misalnya dengan membedah konsep teoritis ke konsep aplikatif sehingga mudah diimplementasikan. Serta dengan merumuskan skim salam yang aplikatif dan dengan prosedur yang sederhana.
9.      Mengembangkan teknologi pendukung.
Teknologi pendukung yang dapat dikembangkan seperti misalnya layanan komputerisasi yang canggih, serta sistem online guna memberikan kemudahan transaksi dan sebagainya.
10.  Sosialisasi dan komunikasi.
Harus ada sosialisasi serta dilanjutkan dengan komunikasi yang intensif agar informasi tentang perbankan syariah dapat sampai ke petani.
11.  Pembelajaran.
Untuk meningkatkan kelayakan usaha tani perlu adanya edukasi atau pembelajaran baik itu dari praktisi maupun akademisi atau bahkan dari pemerintah daerah terkait. Sehingga petani yang tidak bankable dapat menjadi bankable untuk dibiayai.
12.  Membuat kebijakan pendukung.
Seperti misalnya melalui kebijakan penyaluran pembiayaan pertanian dengan akad salam minimal 10% dari total pembiayaan keseluruhan, dan sebagainya.
13.  Dukungan dan komitmen.
Untuk mewujudkan pembiayaan salam perlu adanya intervensi pemerintah yang lebih besar. Harus ada komitmen dari pemerintah untuk membiayai sektor pertanian melalui instrumen pembiayaan syariah. Komitmen ini dapat berbentuk modal support, atau subsidi untuk sektor pertanian, fasilitas dan sebagainya.
14.  Reformasi kebijakan pajak.
Reformasi kebijakan pajak untuk akad salam, agar bank lebih tertarik untuk menyalurkan pembiayaan dengan akad salamBank harus lebih giat bersosialisasi ke masyarakat disertai promosi produk perbankan syariah terutama akad salam untuk sektor pertanian kepada petani di desa-desa.

Strategi
1.                  Penguatan permodalan.
Salah satu alasan perbankan syariah masih sedikit penyaluran pembiayaan ke sektor pertanian melalui akad salam adalah karena bank syariah masih dalam tahap pertumbuhan, sehingga kapasitas bank belum cukup untuk membiayai sektor usaha yang berisiko tinggi. Penguatan modal ini dapat dilakukan melalui kebijakan dividen dan rekapitalisasi dengan menambah investor baru. Hal ini sebagaimana menjadi salah satu kebijakan Bank Indonesia untuk industri perbankan syariah. Disamping itu, pembukaan modal asing untuk masuk dalam industri perbankan syariah merupakan salah satu cara untuk mengatasi permodalan syariah yang belum kuat.
2.                  Pemetaan segmen pasar pertanian.
Menyusun peta usaha pertanian yang dapat dibiayai dengan skim bay’ al salam. Pemetaan ini dapat berupa pemetaan tipe komoditas (seperti tanaman pangan, holtikultura, peternakan dan sebagainya) wilayah potensial (seperti padi dan palawija tumbuh baik di Jawa Barat), serta melakukan analisa volume bisnis. Hal ini merupakan langkah dalam hal mitigasi risiko untuk akad salam.
3.                  Mendirikan bank pertanian.
Peran sektor pertanian yang sangat strategis dalam perekonomian nasional belum diimbangi dengan dukungan penyediaan modal yang memadai. Lembaga perbankan formal yang ada saat ini cenderung bias dan lebih mengutamakan pembiayaan non pertanian. Dengan memperhatikan fenomena tersebut, perlu upaya pembentukan lembaga keuangan khusus bergerak dalam pembiayaan sektor pertanian dengan skim syariah.
4.                  Mendirikan lembaga penjamin.
Lembaga penjamin ini dapat berdiri secara independen yang khusus untuk menjamin usaha sektor pertanian, atau melalui departemen pertanian dan perusahaan asuransi.
5.                  Pembenahan fasilitas dan infrastruktur pertanian.
Salah satu bentuk dukungan dan intervensi pemerintah ke sektor pertanian adalah dengan melakukan pembenahan fasilitas dan infrastruktur pertanian. 
6.                  Program sosialisasi, edukasi dan komunikasi.
Program ini merupakan langkah untuk memberikan serta meningkatkan pemahaman SDM, baik ditingkat pengusaha pertanian, pelaku perbankan syariah, maupun policy maker terhadap prinsip pembiayaan syariah khususnya pembiayaan akad salam.

Wallahua'lam bis shawab

Bai' Salam dan Bank Syariah Part 2 (Analisis Masalah)


Jika pada tulisan sebelumnya diutarakan beberapa fakta yang ada didunia perbankan hingga akad salam tidak diterapkan di bank syariah dengan ditunjukkan dari laporan keuangan bank syariah, maka pada tulisan kali ini akan diungkapkan adanya beberapa faktor yang menjadi alasan kenapa pembiayaan dengan akad bay’ al salam tidak diterapkan di bank syariah sejak tahun 2003 hingga sekarang. Faktor-faktor tersebut dapat dilihat dari beberapa sisi atau aspek, antara lain:
1.                  Akad salam tidak diprioritaskan
Di bank syariah ada beberapa akad yang menjadi dominan dalam penyaluran pembiayaannya yang diantaranya adalah akad murabahah, musyarakah, dan mudharabah. Karena culture bisnis di Indonesia lebih cenderung ke trading dan home industri, sehingga yang menjadi sangat populer sekali adalah akad murabah. Dalam penyaluran pembiayaannya ke sektor pertanian, bank dirasa tidak perlu lagi menggunakan akad salam karena sudah dapat diakomodir melalui akad perbankan lainnya. Karena tidak perlu lagi akan keberadaan akad salam, maka bank tidak menetapkan target pembiayaan untuk akad salam.
2.                  Kurangnya dana jangka panjang
Masalah yang kedua adalah membiayai sektor pertanian (sektor usaha yang cocok dalam pembiayaan dengan akad salam) membutuhkan jangka waktu yang tidak sebentar, dalam arti berdasarkan karakteristik dari sektor pertanian, sektor tersebut akan menghasilkan (panen) dalam jangka waktu yang cukup panjang (3 bulan, 6 bulan, bahkan bisa lebih dari 2 tahun).
Berdasarkan data statistik perbankan syariah di tunjukkan bahwa komposisi dana pihak ketiga yang dimiliki oleh Bank Umum Syariah maupun Unit Usaha Syariah yang menjadi mayoritas adalah deposito dengan akad mudharabah. Akan tetapi komposisi terbanyak adalah deposito dengan jangka waktu 1 bulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini:
Gambar 4.1. Komposisi DPK pada BUS dan UUS
Sumber diperoleh dan diolah dari: Data Statistik Perbankan Syariah 2007-2009

Gambar 4.1. di atas menunjukkan bahwa bank tidak memiliki cukup banyak simpanan uang untuk pembiayaan dalam jangka panjang. Fakta ini jelas sangat memiliki risiko yang tinggi bagi pihak perbankan, mengingat bank merupakan lembaga bisnis yang juga dituntut untuk menyerahkan return bagi hasil secara berkala sesuai dengan jangka waktu deposito yang ada.
3.                  Terbatasnya jaringan perbankan syariah.
Mayoritas sektor pertanian berada di desa, sedangkan perbankan berada di kota. Susahnya akses ke kota guna menjangkau perbankan syariah yang ada di kota juga menimbulkan cost yang harus dikeluarkan oleh petani. Belum lagi akan ada banyak hal yang harus diurus oleh petani seperti misalnya urusan administrasi dan sebagainya, sehingga double cost bisa saja terjadi. Hal inilah yang menyebabkan petani lebih senang memilih alternatif pembiayaan yang lebih mudah dan murah untuk dijangkau seperti rentenir.
Masalah ini juga diperkuat dengan adanya hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Bank Indonesia untuk melihat preferensi masyarakat terhadap bank syariah dimana hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat terhadap bank syariah menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah[1]. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang salah satu caranya di atasi dengan office channeling, yaitu bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah dapat membuka konter layanan syariah di cabang konvensionalnya.
4.                  Orientasi bisnis.
Bank merupakan lembaga keuangan yang beriorientasi pada bisnis. Dalam berbisnis, hal yang menjadi prioritas utama adalah mencari keuntungan. Sehingga bank sangat selektif dalam membiayai sektor usaha, dan tentunya sektor usaha yang dibiayai adalah sektor usaha yang lebih menguntungkan serta memberikan hasil cepat dan pasti.
5.      Kurangnya pemahaman.
Kurangnya pemahaman, kemampuan serta keahlian para officer perbankan tentang penyaluran pembiayaan dengan akad salam disebabkan karena kurangnya sumber daya manusia lulusan syariah yang paham betul tentang ekonomi syariah termasuk mengenai perbankan syariah dengan segala produk-produknya. Bank syariah seolah-olah disibukkan oleh jargon “How to Islamize our Banking Sistem” dan lupa akan wacana “How to Islamize the People Involved in the Banking Industri”.[2]   
6.      Menghindari risiko.
Masalah selanjutnya adalah officer perbankan bekerja untuk menciptakan keuntungan bagi perusahaan yang menaunginya. Sehingga mereka akan bekerja sangat hati-hati terutama dalam hal memilih sektor usaha yang akan dibiayai. Mengingat akad salam cocok untuk membiayai sektor pertanian, serta karakteristik sektor pertanian sangat berisiko tinggi, sehingga bank menghindari membiayai sektor ini.
7.                  Tidak mau repot.
Dengan adanya alternatif produk yang dapat disalurkan dengan lebih mudah, cepat dan murah, maka bank menghindari penggunaan produk yang menyulitkan. Pembiayaan dengan akad salam mengharuskan adanya pembayaran uang dimuka secara tunai kepada nasabah, dan secara tidak langsung menjadi kewajiban pihak bank untuk mengontrol kegiatan usaha nasabah. Selain membutuhkan waktu dan tenaga, aktifitas ini juga membutuhkan biaya tambahan, seperti untuk transport, pelatihan, dan sebagainya.
8.                  Orientasi pada target.
Officer perbankan bekerja lebih menekankan pada target bisnis dan keuntungan. Sehingga officer perbankan akan melakukan apa saja untuk mencapai target yang telah ditetapkan, baik target dari kantor pusat maupun dari direksi kantor cabang. Dalam arti mereka lebih prefer untuk membiayai sektor usaha yang lebih menguntungkan dan menghasilkan cepat.
9.      Rumit diaplikasikan.
Menurut beberapa praktisi perbankan syariah, salah satu kendala tidak diterapkannya akad salam diperbankan syariah adalah karena akad salam termasuk rumit diaplikasikan. Rumit disini bagi pihak bank khususnya, bank harus menyerahkan dana diawal ke nasabah, artinya bank menanggung risiko sepenuhnya apabila dana tersebut tidak kembali. Guna meminimalisir risiko tersebut bank harus melakukan pemantauan secara berkala ke petani, pemantauan disini baik dari aspek keuangan maupun produktifitas serta kinerja petani. Karena jika tidak demikian, akan sangat beresiko terjadi moral hazard maupun side streaming dari dana yang telah disalurkan ataupun jenis penyimpangan-penyimpangan lainnya. Disamping itu, dalam menentukan hasil panen, kualitas yang tidak sesuai dengan standar juga menjadi masalah dalam aplikasi akad salam. Sehingga produk yang dibiayai haruslah sudah terstandarisasi dengan jelas agar dapat diukur.
10.              Biaya yang tinggi.
Dalam aplikasinya, pembiayaan dengan akad salam juga membutuhkan biaya operasional yang tinggi, seperti biaya survey diawal sebelum melakukan akad, biaya pengontrolan dan pengawasan pada saat proses, biaya premi untuk menanggung jika usaha tani gagal panen, biaya transportasi dan sebagainya.
11.              Risiko yang tinggi.
Lamanya waktu menghasilkan, kualitas dan kuantitas yang dihasilkan dari sektor pertanian sangat tergantung pada musim dan cuaca, serta harga komoditas pertanian yang fluktuatif dianggap sektor ini penuh risiko bagi pihak perbankan.
12.              Kurangnya teknologi/fasilitas pendukung.
Masalah teknis lainnya yang menjadi hambatan akad salam secara khusus belum terkomputerisasinya sebagian besar bisnis pertanian di Indonesia. Padahal, Perubahan teknologi adalah sumber pertumbuhan produktivitas utama.
13.              Kurangnya informasi.
Mayoritas nasabah umumnya petani yang ada di pedesaan yang tidak terjamah oleh bank syariah dikarenakan mereka belum tahu tentang bank syariah khususnya produk-produk bank syariah, terutama akad salam. Hal ini karena kurangnya informasi yang didapat oleh petani, kurangnya sosialisasi perbankan ke petani-petani juga menjadi salah satu faktor petani tidak tahu tentang akad salam. Kurangnya informasi ini juga menyebabkan tidak adanya permintaan akad salam di perbankan syariah.
14.              Petani kecil tidak bankable.
Petani kecil dalam kaca mata bank sangat tidak bankable, hal ini dikarenakan petani kecil tidak memiliki pengetahuan yang baik dalam hal pembukuan serta pelaporan aktifitas pertanian. Disamping itu, aspek legal juga menjadi alasan bahwa petani kecil tidak bankable yang meliputi ketidakmampuan petani dalam menunjukkan izin usaha serta memberikan agunan tambahan.
15.              Kurangnya kebijakan pendukung.
Regulasi maupun kebijakan pemerintah mempunyai kontribusi paling besar dalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Demikian halnya dalam operasional penyaluran pembiayaan salam perlu kebijakan khusus guna mendukung penerapan akad salam.
16.              Kurangnya keberpihakan pemerintah.
Kebijakan-kebijakan regulasi di atas perlu dituntun ke arah yang sinergis sehingga menimbulkan pemahaman yang syumuliyah dan berkelanjutan dalam menciptakan pembiayaan dengan akad salam agar dapat kompetitif dengan produk perbankan syariah lainnya.
            Konsep trias politika yang berdasarkan nilai ta’awun, dapat diterapkan dalam hal ini, dimana praktisi berperan sebagai eksekutifnya, lalu pemerintah bersama MUI mempunyai peran fungsi legislatif dan akademisi bersama MUI mempunyai fungsi yudikatif yang senantiasa menilai perkembangannya[3].
17.              Pajak.
Meskipun UU Perbankan syariah telah disahkan, tetapi pengenaan pajak berganda (double taxation) pada transaksi berbasis syariah masih menjadi kendala. Dalam pandangan Direktorat Jenderal Pajak, akad murabahah dianggap sebagai transaksi ganda[4]. Akad salam merupakan salah satu jenis pembiayaan dengan sistem jual beli. Dalam jual beli tentu dikenakan pajak. Pajak dapat menjadi biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh bank.
18.              Banyak alternatif pembiayaan yang dapat dilakukan oleh petani dalam mendapatkan modal. Seperti melalui rentenir, BRI unit (yang sudah merambah ke desa-desa), lembaga keuangan mikro syariah seperti BPRS/BMT, serta pembiayaan melalui program pemerintah.





[1] http://www.ads.kompas.com Ditulis oleh Agif, 2009. SWOT Analysis Perbankan Syariah di Indonesia. Diakses tanggal 11 September 2009.
[2] http://www.ads.kompas.com Ditulis oleh Agif, 2009. SWOT Analysis Perbankan Syariah di Indonesia. Diakses tanggal 11 September 2009.
[3] Hamzah, Maulana, 2008, ”Pengembangan Perbankan Syariah Secara Obyektif dan Rasional dengan Pendekatan Mekanisme Pasar”. Jurnal Ekonomi Islam La Riba Vol.II
[4] http://www.ads.kompas.com Ditulis oleh Agif, 2009. SWOT Analysis Perbankan Syariah di Indonesia. Diakses tanggal 11 September 2009

Tuesday, December 13, 2011

Bai' Salam dan Bank Syariah Part 1


http://maulaonline.com/bai-as-salam-in-front-payment-sale/

Keberadaan bank syariah merupakan sebuah alternatif bagi praktik bank konvensional. Pesatnya pertumbuhan bank syariah sudah seharusnya diiringi dengan perkembangan jenis produk dan variasi akad yang sesuai dengan prinsip syariah. Perkembangan produk ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan transaksi nasabah. Salah satu masalah penting yang dihadapi bank syariah adalah masalah variasi produk pembiayaan yang masih didominasi oleh murabahah, musyarakah, dan mudharabah. Padahal masih ada beragam akad lainnya yang bisa diimplementasikan.
Seiring dengan berjalannya waktu, bank syariah pun semakin berkembang. Bank syariah semakin mendapat dukungan sejak disahkannya undang-undang perbankan syariah No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah pada 17 Juni 2008 lalu. Data tahun 2011 menunjukkan bahwa industri perbankan syariah telah memiliki 11 BUS (Bank Umum Syariah), serta 23 UUS dan 154 BPRS. Pada bulan September tahun 2011 tercatat total asset bank syariah sebesar Rp 126 triliun dimana pangsa pasar bank syariah mencapai 3,8%. Dari sini pula dapat terlihat bagaimana prospek bank syariah di Indonesia sangat bagus sehingga harus diiringi pula dengan kemajuan perkembangan produk perbankan agar mampu bersaing dengan industri perbankan konvensional serta mampu memenuhi kebutuhan transaksi nasabah dewasa ini.
Pembiayaan dengan akad salam sebenarnya diakui eksistensinya di perbankan syariah. Hal ini ditunjukkan dalam data statistik perbankan syariah yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia mulai tahun 2003 hingga tahun 2011, pembiayaan dengan akad salam selalu ditampakkan dalam setiap laporan tahunannya. Sayangnya data menunjukkan bahwa akad salam sudah tidak lagi diterapkan di bank syariah (0,00%). Tidak hanya itu, Bank Indonesia selaku otoritas industri perbankan juga telah menetapkan standarisasi bagi akad salam dalam PBI (Peraturan Bank Indonesia) tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, yang tercantum dalam pasal 11 dan pasal 12. Disamping itu juga disertai adanya aturan baku tentang penerapan akuntansi akad salam, yang tercantum dalam PSAK No.103 tentang Akuntansi Salam.
Sebagaimana disebutkan dalam data BI dari tahun 2002 hingga bulan Juni 2011, komposisi pembiayaan bank syariah berdarkan akad dapat terlihat pada gambar 1.1 berikut:
Gambar 1.1 Komposisi Pembiayaan Bank Syariah Berdasarkan Akad

Sumber diperoleh dan diolah dari: Data Statistik Perbankan Syariah 2002-2011

Dari trend data pada gambar 1.1 dapat dilihat bahwa pembiayaan dengan akad salam di perbankan syariah sama sekali tidak terlihat, kecuali pada bulan ke 3 tahun 2002 sebesar 0,02% (Rp 392 juta). Sementara itu BPRS juga menerapkan akad salam dengan proporsi pembiayaan yang terus menurun. Menurut data BPRS pada tahun 2005, pembiayaan dengan akad salam sebesar Rp 90 juta dan angka ini menurun drastis di awal tahun 2009 hingga tahun 2010 dan kembali muncul di tahun 2011. Meskipun demikian, hal ini haruslah diapresiasikan karena lembaga keuangan mikro ini turut berkontribusi menyalurkan pembiayaan dengan akad salam.
Permasalahan lainnya mengenai akad salam adalah sejauh ini akad salam hanya dianggap cocok untuk industri pertanian. Namun besarnya risiko yang terkandung dalam sektor pertanian mempengaruhi keengganan pihak bank dalam penyaluran modal kerja ke sektor pertanian. Padahal, berdasarkan definisi yang terkandung dari bay’ al salam itu sendiri tidaklah sesempit sebagaimana para pelaku perbankan mengaplikasikan akad salam dalam penyaluran pembiayaannya.
Namun, jika memang akad salam dianggap tepat untuk  membiayai sektor pertanian, maka hal ini seharusnya menjadi peluang dalam rangka memperluas pangsa pasar yang harus dimanfaatkan oleh industri perbankan syariah.
Pada gambar 1.2 dapat dilihat dari tahun 2007 hingga bulan Juni tahun 2011, komposisi pembiayaan untuk sektor pertanian tidak pernah lebih dari 5%. Proporsi pembiayaan bank syariah ke sektor pertanian pun mengalami perubahan yang tidak terlalu signifikan dari tahun ke tahun. Tercatat pembiayaan bank syariah untuk sektor pertanian di tahun 2007 sebesar 3,49% dari keseluruhan total pembiayaan bank syariah, lalu menurun hingga 2.49% di pertengahan tahun 2011. Pembiayaan ke sektor pertanian pun masih belum sebesar pembiayaan ke sektor jasa, perdagangan dan konstruksi. Pembiayaan bank syariah yang lebih mendominasi adalah ke sektor pelayanan bisnis (business services).
Gambar 1.2 Komposisi Pembiayaan Bank Syariah Berdasarkan Sektor Usaha

Sumber diperoleh dan diolah dari: Data Statistik Perbankan Syariah 2007-2011

Banyak faktor yang dapat menyebabkan tidak diterapkannya akad salam di bank syariah, diantaranya kurangnya pemahaman para praktisi perbankan tentang aplikasi akad salam, kurangnya pengetahuan serta pengenalan masyarakat akan seluk beluk bank syariah, serta besarnya risiko yang terkandung dalam akad salam itu sendiri. Manurut konsep akad salam ini sudah sangat sesuai, namun belum banyak yang mengaplikasikannya di sektor pertanian. 
Untuk lebih lengkapnya lagi penjelasan faktor-faktor tidak diterapkannya akad salam maka akan saya posting pada artikel "Bai' Salam Part II" berikutnya.

Monday, December 5, 2011

Hitung-hitungan Investasi Emas

Investasi Ala Berkebun Emas

Investasi ala berkebun emas sudah menjadi berita dikalangan investor emas. Jurus-jurus berkebun emasnya sangat menarik dan memberikan banyak keuntungan bagi investor emas yang sudah sering jual beli emas maupun bagi pemula yang mau memulai investasi di emas. Berikut ini sedikit bocoran yang bisa dibaca sebelum bergabung menjadi membernya…

Mungkin banyak orang yang belum tahu dengan jelas sistem investasi kebun emas, berpikir bahwa investasi kebun emas adalah sistem menjaminkan emas yang dijaminkan ulang, dan dijaminkan ulang terus menerus. Tetap sebenarnya bukan demikian. Bicara mengenai sistem gadai emas yang baik dapat dilakukan sebagai berikut:
Mari kita menggunakan asumsi nilai emas dan gramnya agar lebih mudah pemahamannya.
Contoh asumsinya sebagai berikut: Melakukan investasi emas secara rutin sebesar 25 gram
- Harga asumsi emas 25 gram = Rp.9.000.000,-
- Pada saat ini Anda punya tambahan uang Rp.3.750.000,-
- Nilai gadai sebesar 80% dari harga taksir emas
- Harga Taksir Bank Rp.300.000,- pergram
- Biaya penitipan emas Rp. 2500/gram/bulan
Perlu Anda ketahui, taksiran nilai taksir dan kondisi sebenarnya di bank mungkin berbeda-beda, tapi yang terbaik Anda memilih bank yang memberikan: Nilai gadai tinggi, Biaya rendah dan Waktu singkat
Mari kita mulai saja perhitungannya:
Misalkan Anda Beli emas batangan Antam 25 gram, lalu Anda gadaikan dan Anda akan mendapatkan dana segar sebesar Rp.6.000.000,-.
Perhitungannya sebagai berikut:
Rp.300.000 x 80% = Rp.240.000 x 25gram = Rp.6.000.000
Anda setor biaya penitipan emas 1 tahun sebesar Rp.2500×25×12 bulan = Rp.750.000,-
Lakukan Investasi emas Anda dengan cara:
Beli emas 25 gram lalu Gadaikan emasnya, dapat dana segar Rp.6jt, lalu tambah Rp.3 jt dana dari uang Anda = Rp.9jt  lalu beli emas lagi dengan biaya titip Rp.750.000 setahun.
Setiap Anda memiliki dana tambahan Rp.3.75 jt lalu ulangi langkah diatas lagi, begitu seterusnya sesuai kebutuhan. Kalau sudah lima kali maka posisi akan menjadi seperti ini:
1. Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt -> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip
2. Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt -> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip
3. Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt -> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip
4. Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt -> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip
5. Beli Emas 25 gram (Emas disimpan)
Anda Perhatikan perhitungan diatas bahwa biaya pembelian emas kedua dan seterusnya, 2/3 modal beli emas adalah dari uang bank. Dan setelah waktu berlalu, misalkan harga emas naik sebesar 30 persen, jadi emas batangan 25 gram yang Anda miliki  sekarang nilainya Rp.12jt. Dan ini saatnya Anda panen.
Langkah memanennya cukup dibalik saja yaitu: Jualah emas nomor 5, maka anda mendapatkan dana segar 12 jt, dana segar ini kita pakai untuk menebus 2 emas lainnya. Ulangi sampai semua emas ditebus, dan jual semuanya.
Maka posisinya sebagai berikut:
Hasil penjualan emas 5 buah x Rp.12 jt = Rp.60 jt
Tebus gadai 4 x Rp.6 jt     = Rp. 24 jt
sisa = 36 jt ——> sub total 1
Berapa modal anda?
1. Beli emas pertama =  Rp.9 jt
2. Beli emas ke 2 sampai ke 5 = Rp.3jt x 4 = Rp.12 jt
3. Biaya titip Rp.750rb x 4 buah emas =  Rp.3 jt
Ttotal modal = Rp.24 jt ——> sub total 2
Keuntungan Panen Emas Anda adalah:  sub total 1 – sub total 2 = Rp.36 jt – Rp.24 jt = 12 jt
Berikut ini Perbandingan keuntungan metode investasi emas biasa vs metode cerdas kebun emas dengan modal awal Rp.24 jt:
Modal 24jt belikan emas sewaktu harga batangan 25 gram = 9jt, maka per gram berarti 360rb. Rp.24 jt : 360 rb dapat emas 66.66 gram
Ketika harga naik 30% kita jual menjadi Rp 468 ribu/gram: 66.66 * 468 ribu = Rp.31.196.880 dikurangi modal 24 jt = untung  Rp.7.196.880
Bandingkan dengan sistem cerdas investasi emas, kuntungan hampir 2 kali lipat dibandingkan dengan investasi emas cara biasa. Kalau harga naik 30% kurang dari satu tahun maka keuntungan lebih banyak lagi karena biaya jasa titip menjadi lebih rendah.