Friday, July 29, 2011

Marzuki Ali usul KPK dibubarkan dan Koruptor dimaafkan


Krisis politik negeri ini tidak henti-hentinya menuai kontroversi. Berbagai kebijakan di’telur’kan sebagai bukti dari janji presiden disaat kampanye untuk memberantas koruptor negeri ini. Setelah nyanyian M Nazaruddin menjadi topic utama media-media massa kini persoalan baru muncul lagi, yang tentunya menuai banyak kontroversi dari berbagai pihak. Persoalan tersebut tak lain menyoal pada usulan Marzuki Ali agar KPK dibubarkan. Belum saja KPK menyelesaikan kasus-kasus koruptor negeri ini, Marzuki malah mengusulkan usulan yang justru bertolak belakang dengan tujuan awal didirikannya KPK. Menurut Marzuki, solusi kontroversif lebih cocok untuk diterapkan dalam menangani permasalahan korupsi yang sudah membumbung bak bola salju di negeri ini. Usulan yang dinyatakan oleh Marzuki Ali berupa pemberian maaf kepada para koruptor dan meminta mereka (para koruptor) yang ada diluar negeri untuk kembali ke Indonesia dan menyerahkan kembali uang rakyat kepada negara. Usul ini dikuatkan dengan dalih akan datangnya bulan puasa sebentar lagi, sehingga mereka yang bersalah hendaknya dimaafkan. Marzuki hanya ingin bahwa uang hasil korupsi para koruptor segera balik lagi ke Indonesia agar uang tersebut dapat dimanfaatkan oleh banyak masyarakat Indonesia. Sebagai ketua DPR, diskursus ini hanya sebagai wacana yang diangkat agar dapat menjadi bahan diskusi oleh lembaga lain termasuk lembaga DPR. Maksud dari Marzuki dalam pengimplementasiannya adalah pengembalian uang dulu oleh koruptor baru pembebasan.
Usulan yang dikemukakan oleh Marzuki Ali ini jelas membuat geram berbagai pihak, diantaranya ICW (Indonesian Corruption Watch) dan para pengamat politik salah satunya Fadjroel Rachman. Menurut ICW, usulan yang disampaikan oleh Marzuki ini tentunya akan membuat para koruptor berpesta pora. ICW pun banyak membeberkan data berkenaan dengan usulan ini yang salah satunya adalah dari kasus dana BLBI.  Dimana pelaku koruptor dana BLBI diamaafkan dengan syarat uang korupsi harus dikembalikan kepada negara. Ironis sekali, fakta berbicara lain, hingga tahun 2011 ini uang tersebut sama sekali belum kembali ke negara. Disamping itu, pihak ICW juga mengangkat kembali soal kasus Anggodo. Menurut ICW ada sekelompok orang yang melakukan rekayasa hukum dan bertujuan ingin mengkerdilkan KPK termasuk didalamnya kasus mantan ketua KPK, Antasari Azhar. Oleh sebab itulah menurut ICW perlu adanya dukungan politik tidak hanya mereka yang berkecimpung dalam kelembagaan anti koruptor, akan tetapi seluruh politisi negeri ini.
Fadjroel Rachman, selaku pengamat politik juga berpendapat sama, dimana usulan yang diwacanakan oleh Marzuki jelas sekali akan mencederakan proses pemberantasan korupsi. Fadjroel lebih menyarankan untuk belajar ketegasan pemberantasan korupsi kepada Filiphina, dimana negara ini sangat disiplin dan tegas dalam hal pemberantasan koruptor. Filiphina akan memindak tegas para koruptor dengan mengambil alih kekayaan koruptor, keluarga dan anak-anaknya sesuai dengan jumlah uang hasil korupsi. Mereka menganggap bahwa penjabat mencuri uang rakyat itu tidak bisa dimaafkan, sehingga bagi Filiphina hanya ada dua pilihan, apakah mereka akan berdiir di baris kebenaran atau dibaris kesalahan. Oleh sebab itu, Fadjroel menekankan bahwa usulan Marzuki ini merupakan suatu usulan yang sangat keliru. Jika pencuri rumahan mencuri hanya akan memakan harta kekayaan anggota keluarga di rumah itu saja, lain halnya koruptor. Koruptor dengan uang korupsinya memakan hak 240 juta jiwa rakyat Indonesia.
Inilah akibat dari tidak diterapkannya hukum Allah dinegeri ini. Allah SWT telah jelas mengatur hukum pidana maupun perdata melalui ayat-ayat suci Al-Qur’an, tanpa adanya bantahan ataupun kontroversi dari pihak manapun. Jika hukum Allah dijalankan maka antar kelembagaan negara tidak perlu saling menuding, yang bersalah dan terbukti bersalah, biarlah Allah yang menjadi hakimnya melalui undang-undang Kitab Suci Al-Qur'an.  

Friday, July 15, 2011

Membumikan Ekonomi Kerakyatan

Sejauh ini pemerintah mengalami permasalahan yang rumit dalam menentukan kebijakan-kebijakan optimal dalam hal subsidi BBM. Sebagai akibat dari tidak stabilnya politik Timur Tengah menyebabkan kekhawatiran pemerintah Indonesia meningkat seiring dengan isu naiknya harga minya dunia yang hingga bulan ini mencapat 100 dolar AS perbarel. Dengan naiknya minyak dunia tentunya akan berimbas pada perekonomian dalam negeri, terutama bagi dunia usaha yang menyebabkan pada harga pokok produksi (HPP) menjadi meningkat. Jika HPP meningkat tak ayal lagi harga barang menjadi naik. Guna mengantisipasi hal ini pemerintah pun menelurkan kebijakan bersubsidi yang hanya diperuntukkan bagi dunia usaha dan orang-orang miskin.
Yang menjadi topik utama dari permasalahan penentuan kebijakan BBM bersubsidi ini adalah pemerintah menggandeng MUI untuk menelurkan fatwa haramnya BBM bersubsidi bagi mereka yang mampu. Memang benar jika dilihat pada data statistik bahwa anggaran pemerintah untuk subsidi BBM semakin membengkak agar pemerintah lebih terlihat populer dengan penetapan kebijakan pro rakyat. Hanya saja pertanyaannya adalah kenapa pemerintah lebih memilih untuk menggandeng MUI dengan harapan direntasnya fatwa terkait dengan BBM bersubsidi haram untuk orang kaya, bukan menggandeng mereka para praktisi, akademisi, bahkan para ahli yang mungkin dapat memberikan masukan untuk kebijakan BBM bersubsidi kedepan? Apakah mereka sudah dianggap tidak mampu lagi oleh pemerintah untuk memberikan sumbangsih pemikiran yang layak guna turut andil dalam menelurkan kebijakan-kebijakan yang ampuh dalam permasalahan ini? Hanya pemerintah dan Tuhan yang tahu.
Sebenarnya yang menjadi solusi untuk problematika ini adalah dengan menaikkan daya beli masyarakat. Jika daya beli masyarakat meningkat maka kenaikan harga minyak dunia menjadi tidak masalah. Lalu, bagaimana caranya meningkatkan daya beli masyarakat? Tentunya dengan meningkatkan perekonomian rakyat, usaha-usaha rakyat, serta peranan UMKM dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Mengacu pada Undang-Undang tahun 1945 bahwa tujuan utama dari negara ini adalah untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia, bukan mensejahterakan para kapitalis, liberalis bahkan para koruptor saja. Akan tetapi seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) bahwa pada bulan Maret 2011, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 30,02 juta jiwa. Seharusnya angka ini harus menjadi PR pemerintah bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat miskin melalui peran dunia usaha.
Berjalannya dunia usaha dengan baik tidak terlepas dari peran perbankan sebagai fungsi intermediasi antara pemodal dengan pengusaha. Jika paham akan fungsinya, sudah seharusnya perbankan mendukung  berjalannya dunia usaha dengan baik dengan tidak memberikan hambatan-hambatan bagi mereka yang membutuhkan pembiayaan. Sayangnya, bagi perbankan konvensional mereka lebih merasa aman dan nyaman ketika harus menginvestasikan dananya di SBI (Surat Berharga Indonesia) daripada harus berinvestasi di dunia usaha yang belum jelas pendapatannya. Tak heran lagi jika pemerintah harus menyisakan sekian persen dari anggarannya untuk membayar bunga SBI. Jika sudah begini, tentunya dana APBN pun teralokasikan semakin membengkak. Inilah sebagian kecil dampak dari penerapan ekonomi kapitalis yang tidak pro rakyat.  Seharusnya nasabah pemodal perbankan lebih diprioritaskan untuk menyimpan uang dalam bentuk giro dan bukan deposito, agar dana yang ada tidak ‘idle’ tanpa sentuhan investasi di dunia usaha.
Penempatan dana pada deposito juga menjadi boomerang sendiri bagi dunia perbankan. Bagaimana tidak, perbankan setiap bulannya harus menyisakan beberapa persen dari  keuntungan untuk membayar bunga deposito. Jika dunia usaha menjadi mandeg karena terkendala akan modal dan banyak terjadi bad debt collection, maka perbankan harus berpikir lebih keras, bagaimana ia akan membayar bunga deposito kepada nasabah. Jika negative spread terjadi, artinya bunga kredit lebih kecil dari bunga debit maka perbankan butuh suntikan dana dari otorotas terkait guna menjamin keberlangsungan usaha lembaga keuangan ini. Inilah yang disebut dengan trickledown effect of interest.
Oleh sebab itu, sangat penting sekali bagi pemerintah untuk mendukung keberlangsungan lembaga-lembaga keuangan mikro syariah seperti BMT yang atau koperasi-koperasi yang pro usaha rakyat. Yang tidak hanya profit oriented saja akan tetapi juga social oriented.  Dan demi meningkatkan Ekonomi kesejahteraan rakyat maka harus ada TOP priority dari pemerintah dalam membantu berbagai sektor usaha, (1) Koperasi, UMKM (2) BUMN (3) Perusahaan swasta, dan bukan sebaliknya dari (1) Perusahaan swasta (2) BUMN (3) Koperasi, UMKM.
Dari uraian diatas, jelas sudah bahwa ekonomi kapitalis dan liberalis sesungguhnya lebih merugikan rakyat banyak . Sudah seharusnya kita kembali pada Pancasila dimana sangat mengedepankan ekonomi kerakyatan. Jika masyarakat mampu meningkatkan kemampuan ekonominya, maka daya beli masyarakat juga akan meningkat, dan masyarakat pun mampu melawan laju inflasi yang semakin tinggi sebagai akibat dari penggunaan uang kertas yang tidak ditopang dengan emas.
Wallahua’lam bis shawab

Menjadi Supir Angkot yang Berkah

Jika anda tinggal di daerah perkotaan yang sangat mengandalkan transportasi umum sebagai alat transportasi penunjang aktifitas anda sehari-hari, maka tentunya anda sudah tidak asing lagi dengan alat transportasi yang paling fenomenal, angkot.
Alat transportasi darat jenis angkot ini akan sangat banyak anda jumpai di daerah-daerah metropolitan seperti daerah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). berdasarkan berbagai sumber, jumlah angkot di kota Bogor sebagaimana terdata di kantor Samsat kota Bogor akhir 2009 mencapai 5.383. Padahal jumlah yang tercatat di Samsat tersebut belum ditambah dengan jumlah Angkutan Kota dalam Provinsi (AKDP) yang mencapat jumlah 4.000-an. Jika di total, maka jumlah kendaraan transportasi darat 4 roda atau lebih sudah mencapai angka 9000-an. Tidak heran jika Bogor tidak hanya dijuluki sebagai kota hujan, karena lebih tepatnya yaitu kota Hijau (kota sejuta angkot). Memang angka ini belum seberapa jika dibandingkan dengan Jakarta yang jumlah angkot nya mencapai 5digit, yaitu sekitar 16.000 unit angkot. Angka ini tentunya menambah kontribusi polusi bagi kota metropolitan ini.
Tulisan ini tidak akan mengupas dampak dari banyaknya jumlah angkot di Jabodetabek (mungkin akan dibahas ditulisan selanjutnya), akan tetapi tulisan kali ini lebih menilik tentang perilaku supir angkot yang sedikit banyak merugikan para konsumen angkot, (penumpang). Mengapa demikian?
Anda mungkin salah satu dari konsumen alat transportasi ini yang pernah merasakan suka duka naik angkot. Saya mengibaratkan naik angkot itu layaknya seperti anda berspekulasi, ada faktor untung-untungan. (faktor spekulasi ini mengenyampingkan jenis angkot yang 'timing'/memiliki jadwal sendiri dalam beroperasi). Jika anda naik angkot yang sedang ngetem maka bisa jadi anda 'untung' atau bahkan anda mengalami 'rugi'. Untung ini bisa anda dapatkan jika anda naik angkot yang ngetemnya tidak terlalu lama, anda dapat hemat waktu, hemat tenaga, lebih dapat menjaga kesehatan karena tidak terlalu lama terkena polusi jalan raya dan juga memungkinkan anda untuk hemat uang dengan tidak mengeluarkan biaya-biaya tambahan di perjalanan seperti toilet, membeli minum, membayar pengamen dll.
Tapi jika anda tidak beruntung atau lagi apes, maka bisa jadi angkot yang anda naiki 'ngetem' dengan memakan waktu yang tidak sedikit, bisa jadi 5 menit atau bahkan sampai berjam-jam. Jika mengalami kondisi ini maka ada beberapa kerugian yang anda dapatkan, diantaranya:
1. Rugi Waktu
waktu yang dihabiskan dari angkot ngetem akan memakan waktu berharga anda lebih banyak. Jika perjalananan yang seharusnya di tempuh bisa mencapai 5-15 menit, maka jika angkot 'ngetem' selama 15 menit maka perjalanan anda memakan waktu sejumlah setengah jam (30 menit), tentunya anda akan rugi waktu 15 menit yang seharusnya dapat anda gunakan untuk persiapan sebelum ngantor atau sarapan pagi. Atau lebih fatal lagi jika anda terlambat pada suatu acara pertemuan atau sampai menghabiskan waktu sholat anda.
2. Rugi Tenaga
Jika anda terlalu lama berada di jalan maka berarti akan lebih banyak tenaga yang dibutuhkan, terutama mempertahankan kesabaran berada dijalan, menghadapi panas teriknya mentari, serta merasakan polusi yang tidak sehat.
3. Rugi Kesehatan
Ini adalah faktor utama yang harus anda perhatikan. Supir angkot yang 'ngetem' biasanya menghabiskan waktunya sembari mencari penumpang dengan merokok. Hal ini dianggap oleh sebagian tukang angkot sebagai penghilang rasa stress di jalan. Tapi tidak demikian untuk anda penumpang yang anti rokok. Berada lama-lama di angkot tanpa adanya sirkulasi udara yang baik maka tentunya akan sangat membahayakan kondisi kesehatan terutama pernapasan dan paru-paru anda. Angkot yang berjalan dan berhenti memiliki sirkulasi udara yang berbeda. Sirkulasi udara bagi angkot yang berjalan lebih banyak karena akan ada angin yang menerbangkan asap rokok keluar ruangan angkot, lain halnya jika angkot sedang berhenti, maka sirkulasi udara hanya akan berputar pada ruangan angkot saja serta lingkungan sekitar. Oleh karena itulah merokok di angkot yang sedang berhenti cukup membahayakan orang sekitar. Karena perokok pasif lebih rentan terhadap penyakit daripada perokok aktif.
4 Rugi Uang
Dengan berlama-lama di dalam perjalanan maka tentunya tidak terlepas dari timbulnya biaya-biaya yang tidak terduga. Angkot yang 'ngetem' biasanya kesempatan ini dimanfaatkan oleh sebagian pengamen dalam mengais  rezeki. Mau tidak mau anda mengeluarkan sebagian kecil dari uang anda untuk pengamen tersebut. Disamping itu, tidak menutup kemungkinan ditengah perjalanan anda ingin buang hajat, sehingga anda pun merogoh kocek untuk hal yang satu ini. Selain itu, berlama-lama di jalan tentunya membuat perut atau tenggorokan anda terasa kering, tak ayal lagi anda membutuhkan minum untuk memenuhi kebutuhan biologis tersebut. Oleh sebab itulah dapat dikatakan bahwa jika angkot ngetem maka bersiap-siaplah untuk kebutuhan yang tidak terduga.

Jika sudah begini maka tentunya penumpang akan merasa terdzolimi sebagai akibat dari 'ngetem'nya angkot. dalam penggalan ayat suci Al-Qur'an dengan sangat jelas dinyatakan bahwa jika anda mencari rizki maka jangan mendzolimi ataupun didzolimi,
لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ.....
Artinya: "....kalian tidak mendzalimi dan tidak pula didzalimi" (QS Al-Baqarah: 279)

Dari ayat diatas dapat kita fahami bahwa perilaku merugikan orang lain adalah bagian dari mendzalimi sesamanya. Memang pada dasarnya aktifitas 'ngetem' merupakan hak bagi supir guna mendapatkan penumpang yang lebih banyak. Tetapi harus diingat pula bahwa jika dengan 'ngetem' tersebut membuat penumpang kesal, mengeluh, dan akhirnya tidak ridha, maka tentulah pekerjaan yang tadinya merupakan ibadah dan berpahala bagi kita menjadi sebaliknya yaitu berdosa karena telah mengurangi atau bahkan menghilangkan hak penumpang. Ingatlah bahwa rezeki setiap makhluk dibumi ini sudah ada yang mengatur, yakni Tuhan Allah SWT, sebagaimana firmannya:
“Dan tidak satu binatang melata yang bergerak di muka bumi, kecuali Allah telah menjamin rizkinya.” (QS. Huud: 6)
Ayat ini bermakna jangankan makhluk hidup manusia yang merupakan khalifah dimuka bumi ini, bahkan hewan dan tumbuhan dari yang terkecil sampai yang besar pun rizkinya sudah dijamin oleh Allah SWT.

Dari ayat diatas, kita bisa mengambil hikmahnya, bahwa 'ngetem' dikategorikan mendzalimi penumpang karena beberapa kerugian yang dialami penumpang sebagaimana telah diuraikan diatas, maka setiap supir angkot haruslah percaya dengan keabsahan ayat tersebut, bahwa hendaknya mereka berfikir, jika penumpang tidak didapat dari tempat A mungkin saja akan ada banyak penumpang yang didapat di tempat B atau C atau bahkan sampe pelosok jalan ada penumpang yang merupakan rizki bagi si supir.
Tahukah anda bahwa Allah-lah yang menggerakkan hati setiap manusia, bisa saja Allah menggerakkan hati si Ahmad untuk mencari angkot di tempat Z dan menjadi penumpang bagi si supir G misalnya. Dan kita tidak pernah tau darimana rizki bisa datang, apakah dari si A. atau si B, atau dari orang yang terdekat kita sendir, atau bahkan dari orang yang telah kita dzalimi. Dan jika kita mendzalimi sesama maka orang tidak akan ridho dengan kita, jika orang tidak ridho maka silaturrahmi pun terputus, terputusnya silaturrahmi menyebabkan jalan menuju rizki pun terhambat. Na'uzubillahimin zalik, Sesungguhnya semua itu adalah kuasa Tuhan yang Maha Kaya.
Allah SWT berfirman: "Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan (QS An-Nuur; 52).

Terlepas dari aktifitas ngetem, hak penumpang lainnya yang harus dipenuhi adalah mengantarkan mereka sampai tujuan dengan selamat. Memang terkadang musibah kita tidak tahu kapan datangnya, akan tetapi, faktor kehati-hatian sangatlah penting guna memenuhi hak penumpang yaitu aman di perjalanan. Tidak jarang supir angkot membawa kendaraan dengan kecepatan tinggi dengan dalih bersaing dengan angkot lainnya untuk mendapatkan penumpang. Al-hasil, keselamatan jiwa penumpang menjadi terancam. Jika musibah sudah terjadi, maka tak bisa dihindarkan lagi kecelakaan pun menanti, bisa jadi nyawa menjadi taruhannya hanya dengan membayar ongkos Rp. 2.000,-. Jelas saja ini merupakan perilaku dzalim ketika membawa angkot.
Prinsip etika bekerja dalam Islam tidak hanya harus dipahami oleh mereka yang bekerja di kantoran saja, atau bahkan para pedagang, akan tetapi bagi semua profesi yang menginginkan bekerja secara profesional maka dia harus paham bagaimana etika dalam bekerja sesuai dengan syariah Islam.
Pembahasan mengenai etika kerja dalam Islam ini akan saya bahas dalam tulisan saya selanjutnya.
”Hendaklah kamu tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras dalam hukuman-Nya.” (QS Al-Maidah ; 2)


Wallahua'lam bis shawab.
thank's 4 reading, suggestions are welcome;-)