Tuesday, January 3, 2012

Disaat suamimu memintamu untuk tidak bekerja, yakinlah bahwa ia telah memuliakanmu



Setiap wanita pasti memiliki cita-cita dan impiannya dari semasa kecil. Ia memutuskan untuk duduk di bangku sekolah hingga akhirnya menjadi sarjana tentunya tidak lepas dari tujuannya semula, apalagi yang diinginkan wanita modern saat ini kalau bukan menjadi wanita karir. Saat ini mungkin akan banyak orang menganggap bahwa menjadi wanita karir itu hebat apalagi bisa menggantikan posisi pria. Konsep emansipasi sudah merebak bak benda gas yang cepat sekali memenuhi seluruh ruang kosong.
Belum afdhol rasanya kalau menjadi sarjana tapi tidak kerja diperkantoran, suatu aib sepertinya kalau sudah menjadi sarjana tapi masih menjadi pengangguran. Memang pada dasarnya bagi seorang wanita muda, berbakat, penuh talenta dan belum menikah, amibisi untuk menjadi bagian penting dari evolusi dunia masih sangat tinggi, bagi sebagian orang mungkin akan berpendapat bahwa itu adalah hal yang sangat wajar, dan teramat-amat sangat wajar. Lalu bagaimana dengan mereka yang sudah menikah?
Tidak sedikit orang tua para gadis muda yang bilang, “nduk, nduk, buat apa kamu sekolah tinggi-tinggi, wes to, sampe SD opo SMP ae udah cukup, kalo kamu sudah menikah ujung-ujungnya juga kamu akan ke dapur”. Memang benar apa kata orang tua dulu, setinggi apapun kita meraih pendidikan, seorang wanita memang tidak akan lepas dari dunia panci dan kompor. Akan tetapi, masalah akan mulai muncul jika seorang wanita menikah dan sudah memiliki anak.
Bayangkan jika seorang ibu tidak memiliki ilmu pendidikan mengasuh anak/ilmu mendidik anak; ibu akan menjadi orang pertama pusat ilmu bagi anaknya, jika ada pertanyaan tentang segala hal terkait kehidupannya, yang pertama kali ditanya adalah ibunya. Ilmu manajemen keuangan rumah tangga; jika seorang ibu tidak memiliki ilmu manajemen keuangan rumah tangga maka keuangan rumah tangga akan kacau balau, pendapatan dalam sebulan bisa jadi dihabiskan hanya untuk konsumsi tanpa adanya tabungan, investasi, dan asuransi untuk masa depan. Ilmu akuntansi; jika seorang ibu tidak paham akuntasi maka ia akan bingung membuat laporan kepada suaminya, kapan, untuk apa, dan berapa jumlah uang yang terdebet atau terkredit dalam satu bulan.Ilmu kedokteran/medis; tidak selamanya obat-obatan dari dokter yang mengandung bahan kimiawi aman untuk tumbuh kembang anak, seorang ibu harus cermat memilih obat dan tahu obat yang aman dan alami untuk konsumsi keluarga. ilmu pertahanan; tidak hanya tugas seorang militan, seorang ibu harus memiliki ilmu untuk bertahan hidup dalam segala kondisi dan situasi yang kemungkinan akan terjadi, serta menjadi pelindung bagi hartanya dan harta suaminya terutama disaat suaminya tidak ada. ilmu pertanian; seorang ibu harus tahu bagaimana caranya berkebun, dan banyak lagi ilmu-ilmu lainnya yang harus dimiliki oleh seorang ibu, akan tetapi ilmu yang paling penting adalah, ilmu Agama; karena salah satu amal yang tidak akan pernah terhapus adalah doa anak yang sholeh, adalah tugas ibu bagaimana membentuk generasi penerusnya apakah akan menjadi anak yang baik atau tidak.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang ibu harus pintar, harus punya ilmu, dan harus berwawasan. Karena ibu adalah model pertama bagi anak-anaknya, kepada ibunyalah mereka berkiblat. Oleh Karena itu, bukan berarti seorang wanita yang sekolah hingga menjadi sarjana, lalu ia menikah dan punya anak, dan ia tidak bekerja itu artinya ia “poor/unless (red: sayang banget!/percuma)”. More than, artinya ia mempersiapkan dirinya dengan sangat baik untuk menciptakan generasi yang lebih baik bagi bangsa dan dunia.
Coba anda bayangkan jika anda melihat orang yang anda sayangi (apakah itu ayah, ibu, suami, dsb) bekerja di suatu perusahaan, lalu suatu ketika orang yang anda sayangi tersebut dimarahi bos/atasan/direktur dsb dikarenakan melakukan tugas tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tentunya sebagai seseorang yang normal tentu anda akan merasa sedih bukan???
Demikianlah apa yang dirasakan oleh suami anda ketika melarang anda untuk tidak bekerja. Selain alasan syar’i dimana seorang suami memiliki hak atas istri terutama untuk dilayani dan memiliki tugas utama untuk menjaga si buah hati, alasan logis terkait dengan perasaan dan hati adalah suami anda tidak ingin anda menjadi kuli/babu bagi orang lain, yang harus bekerja untuk orang lain dan perusahaan lain. Ia (suami) tidak ingin bersedih melihat istrinya sedih ketika harus memikirkan kerjaan yang tidak kunjung selesai, harus pulang malam/lembur dan dimarahi ketika terjadi kesalahan. Belajarlah dari Khadijah yang menjadi seorang investor, Aisyah ra yang menjadi seorang guru/tenaga pendidik, Saudah binti Zam’ah yang menjadi ibu rumah tangga yang baik membantu Rasulullah dan anak-anaknya serta istri-istri Rasulullah yang lain.
So, belajar setinggi-tingginya bagi seorang wanita tetap sangat penting,  belajarpun tidak harus di bangku sekolah atau kuliah, kita dapat belajar dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja asal ada kemauan. Alam/lingkungan/pengalaman adalah tempat belajar yang paling baik. Apapun karir yang anda pilih setelah itu, tetap ingatlah bahwa profesi yang paling mulia dan paling utama adalah Ibu Rumah Tangga karena IRT memiliki tugas utama untuk mencetak generasi yang lebih baik. Hikmah terbesar dari semua ini adalah Suami anda sangat-sangat-sangat meMULIAkan anda…… Berbahagialah anda - memiliki suami yang sangat memuliakan anda;)
(Love your family while you still have time)
Wallahua’lam bis shawab

No comments:

Post a Comment