Dalam
dunia pasar modal terbagi menjadi dua jenis pasar, yakni pasar primer dan pasar
sekunder. Pasar primer dan pasar sekunder dalam sektor riil dapat dianalogikan
seperti pasar mobil atau rumah. Penjualan mobil/rumah baru disebut pasar
primer, sedangkan jual beli mobil/rumah second/bekas itu pasar
sekundernya. Pada umumnya volume
penjualan mobil/rumah di pasar primer jauh lebih besar daripada volumenya di
pasar sekunder. Lain halnya dengan pasar modal, pasar primer (IPO [Initial
Public Offering) pada umumnya jauh lebih kecil daripada pasar sekunder. Hal
ini dikarenakan di pasar sekunder pada pasar modal lebih banyak speculator
(investor yang hanya mencari capital gain) daripada investor yang riil
mencari dividen serta berniat murni ingin memiliki sebagian saham dari
perusahaan. Perbedaan ini sangat jelas sekali terlihat jika dibandingkan antara
sektor riil dan sektor keuangan/modal.
Jika
dalam sektor riil jual-beli pada pasar sekunder lebih banyak volumenya
dikarenakan kebanyakan mereka yang melakukan jual beli dipasar sekunder
disamping untuk memiliki, tapi juga konsumen merasa kurang puas maupun kondisinya
sudah tidak sesuai dengan apa yang dimilikinya saat ini (seperti membeli rumah
karena ingin merasakan suasana baru dsb). Lain halnya dengan transaksi yang ada
di pasar sekunder untuk pasar modal, mayoritas para investor melakukan jual
beli saham dikarenakan ingin mendapatkan keuntungan dalam jangka waktu yang
singkat, sehingga tidak jarang para investor melakukan “goreng-menggoreng
saham”. Hal ini senada dengan pengamat pasar modal yang mengatakan bahwa 95%
pelaku pasar modal adalah speculator, oleh sebab itulah volume pasar sekunder
jauh lebih besar daripada volume pasar primernya.
Jika
dalam pasar modal syariah pelaku investornya masih lebih cenderung ‘buy low
sell high’ maka tidak berbeda dengan pasar modal konvensional yang
cenderung mencari keuntungan dalam waktu yang singkat.
Penelitian
lain juga menyebutkan bahwa dalam jual beli saham, nilai investasi yang masuk
ke sektor riil tidak mencapai sepersepuluhnya dari kapitalisasi pasar. Ditambah
lagi fakta menyebutkan bahwa uang yang beredar di pasar sekunder jauh lebih
besar daripada nilai IPO. Sehingga sekuritas yang diperjualbelikan di pasar
sekunder tidak lagi ada hubungannya dengan sektor riil seperti penciptaan
lapangan kerja baru, investasi pada alat-alat produksi dsb.
Efek
lain dari perdagangan saham di pasar sekunder adalah tersedotnya sumber daya
keuangan ke sektor non riil. Perputaran uang yang terjadi diantara pemilik
modal ke pemilik modal lain dengan gain and loss diantara mereka sehingga bukan
lagi antara pemilik moda dengan pengusaha. Dari cepatnya ‘waktu menghasilkan’
inilah tumbuh mentalitas spekulasi dan adanya keengganan untuk berinvestasi
langsung ke sektor riil.
Fakta
yang terjadi dilapangan adalah ketika suatu perusahaan menerbitkan saham, maka
uang yang didapat waktu penjualan perdana masuk ke perusahaan tersebut. Pada saat
itulah uang yang masuk langsung digulirkan ke sektor riil. Selanjutnya, ketika
saham perusahaan diperjualbelikan antara pemilik saham yang pertama pada saat
penjualan perdana ke pembeli saham berikutnya, dan diperjualbelikan lagi antara
pembeli berikutnya ke pembeli berikutnya dan seterusnya dan seterusnya. Dengan itu
uang tidak lagi masuk ke sektor riil.
Godo
C, penulis buku “Menjadi Kaya lewat Reksadana” memberikan saran agar terhindar
dari beberapa praktik spekulatif di pasar modal diantaranya adalah saham hanya
ditransaksikan sekali pada saat IPO. Jika terdapat kebutuhan likuiditas untuk
jangka panjang dapat diatasi dengan transaksi melalui mekanisme gadai atau buy
back pada harga perdana, sehingga tidak ada celah untuk spekulasi. Keuntungan
yang akan diperoleh pemilik saham hanya tergantung pada dividen, sehingga akan
jauh lebih teliti untuk fokus dan berjuang untuk kesehatan dan performance
perusahaan dimana seorang investor ikut memilikinya.
Lalu
bila memang saham diperjualbelikan hanya sekali pada saat IPO, bagaimana dengan
para investor yang ingin memiliki saham sedangkan perusahaan tidak lagi
menerbitkan saham perdana. Dari masalah ini yang seharusnya didorong adalah
semakin banyak perusahaan yang go public atau berbentuk koperasi
sehingga semua orang mendapat kesempatan untuk menjadi bagian kepemilikan
perusahaan. Penambahan modal untuk existing companies juga dapat
menggunakan sukuk dan hold to maturity, sehingga benar-benar
tidak ada celah untuk melakukan spekulasi disamping adanya jaminan bahwa dana
investor benar-benar digunakan untuk kepentingan sektor riil.
Wallahua’lam
bis shawab
No comments:
Post a Comment