Dalam membangun model EWS, ada dua pendekatan utama
yang seringkali digunakan, contohnya pendekatan probit/logit dan
pendekatan signaling (pemberian isyarat). Pendekatan pertama, probit/logit,
biasanya diaplikasikan pada model multivarian, yang mana membolehkan
melakukan pengujian signifikansi statistic pada variabel-variabel penjelas (explanatory).
Model multivarian ini membutuhkan sample lebih banyak/lebih luas dan
hanya dapat menampung variabel penjelas secara terbatas untuk menghindari
multikolenearitas.
Di lain hal, pendekatan signaling secara
berkala diaplikasikan dalam model univarian, yang meliputi pemantauan terhadap
sekumpulan indicator-indikator utama yang berfrekuensi tinggi. Disebutkan bahwa
indicator-indicator terpilih akan berperilaku secara berbeda-beda sebelum
terjadinya krisis keuangan hingga indicator-indicator tersebut mencapai nilai
batas tersendiri, yang mana sejarahnya terkait dengan awal/pertanda terjadinya krisis.
Model univariat dapat bekerja lebih baik hanya dengan sample yang lebih sedikit
dan memperketat dengan memberikan batasan-batasan pada jumlah variabel
penjelas.
Dalam membangun model univariat, tahapan yang paling
penting adalah mengidentifikasi episode-episode sejarah terjadinya
krisis, lalu menguji gejala-gejala terjadinya krisis tersebut.
Misalnya, model-model sebelumnya pada masalah Balance of Payments (BOP),
yang diinspirasikan oleh krisis mata uang Latin Amerika pada tahun 1970,
menyiratkan bahwa defisit fiskal mengakibatkan kerugian terhadap cadangan
internasional yang terus-menerus dan krisis keuangan yang tajam (Krugman,
1979). Sebagaimana krisis perbankan, Calomiris dan Gorton (1991) menunjukkan
bahwa krisis sebelum resesi, yang mana kemungkinan muncul ketika resesi
mengikuti periode pertumbuhan angka kredit yang drastis. Dalam kasus ini, depositor
dapat mencoba untuk meninjau kembali risiko dari hutang bank ketika resesi
terjadi, sehingga mengakibatkan penabung/deposan melakukan penarikan
besar-besaran dari institusi perbankan.
Bagi krisis likuiditas, Montiel dan Reinhart (1999)
membantah bahwa kenaikan tiba-tiba pada arus modal memainkan peranan yang
sangat signifikan. Misalnya, diamati bahwa selama krisis keuangan Asia,
menghentikan arus masuk modal secara tiba-tiba, sebagian dipicu oleh adanya
fluktuasi tingkat suku bunga pada negara-negara industrialis, tidak seperti
yang diharapkan ketika arus masuk modal tersebut hanya bersifat jangka pendek.
Demikian pula, McKinnon dan Pill (1996) menguji peranan arus modal dalam sebuah
perekonomian pada konteks sebuah sektor perbankan yang tidak memiliki aturan
dengan masalah-masalah pada asuransi deposito dan moral hazard. Mereka
(McKinnon dan Pill) menyarankan bahwa arus masuk modal pada keadaan seperti itu
dapat memicu siklus overlending (penyaluran pembiayaan yang berlebihan),
sehingga mengakibatkan meningkatnya tingkat konsumsi dan defisit current
account secara besar-besaran. Sebagai tambahan, meledaknya saham dan pasar
property dipertimbangkan sebagai beberapa gejala terjadinya krisis likuiditas,
dan ini sangat rentan sekali bagi institusi keuangan terutama terhadap
ketidakstabilan pasar modal.
Langkah selanjutnya adalah membangun model
dengan memilih indicator-indicator utama dengan merujuk pada gejala-gejala
krisis yang paling disorot pada tahap pertama. Berdasarkan
peraturan-peraturan yang telah dipantau/dilakukan observasi secara empiris pada
sampel dari 20 negara dari tahun 1970 hingga 1995, Kaminsky (2000) membangun
sebuah model EWS, atau model untuk indicator-indicator ekonomi sedang tertekan,
guna meneliti permulaan dari 76 krisis keuangan dan 26 krisis perbankan selama
periode sample (percobaan). Beberapa gejala dikelompokkan dan dianggap sebagai
tanda-tanda lemahnya kondisi keuangan dan perbankan. Kaminsky membantah bahwa
dibutuhkan melakukan perhitungan terhadap jumlah tanda-tanda kelemahan yang
negative dalam rangka untuk mengukur keadaan ekonomi yang rapuh. Serangkaian
indicator, yang mana dapat digunakan untuk mencerminkan kemungkinan terjadinya letusan
krisis mata uang dan perbankan, dipilih berdasarkan setiap tanda-tanda
kelemahannya (tabel 1).
Tabel 1: Gejala-Gejala dan
Indikator-Indikator Utama Krisis Keuangan
Gejala-Gejala
|
Indikator-Indikator Utama
|
Siklus peminjaman yang berlebihan
|
·
M2 multiplier
·
Rasio Kredit Domestik
terhadap GDP
·
Liberalisas keuangan
domestik dan internasional
|
Bank runs
|
·
Bank deposits
|
Kebijakan moneter
|
·
“kelebihan” M1 balance
|
Masalah current account (neraca
pembayaran)
|
·
Ekspor
·
Impor
·
Konteks perdagangan
·
Nilai tukar real
|
Masalah current capital (neraca modal)
|
·
Cadangan
·
Rasio M2 terhadap
cadangan
·
Perbedaan nilai tukar real
·
Nilai tukar real
dunia
·
Hutang luar negeri
·
Arus modal
·
Hutang luar negeri jangka
pendek
|
Pertumbuhan yang lambat
|
·
Output
·
Nilai tukar real
domestic
·
Rasio pinjaman terhadap
suku bunga deposito
·
Harga saham
|
Source: Kaminsky (2000)
bersambung part 2